Sunday 5 November 2017

Peraturan Regulasi Hak Cipta di Indonesia

Pendahuluan
Setiap manusia dimuka bumi ini memliki hak mutlak atas hasil kreasi yang telah ia buat atau telah mereka wujudkan dalam bentuk barang maupun dalam bentuk ide. Hak mutlak yang dimiliki karena setiap hasil kreasi dari pikiran manusia itulah yang disebut dengan hak cipta, yaitu hak yang langsung dimiliki oleh seseorang setelah ia berhasil mewujudkan hasil kreasi yang ada di pikirannya dalam bentuk ide-ide, gagasan maupun barang.
Namun belakangan ini semakin banyak problematika yang timbul terkait masalah hak cipta ini. Memang masih banyak kerancuan bagaimana hak cipta tersebut muncul, siapa yang punya hak atas kekayaan-kekayaan intelektual yang telah terwujud karena masih banyak masyarakat yang kurang paham bagaimana sistem hukum di dalam HKI yang mengatur tentang hak cipta ini.
Menurut undang-undang hak cipta yang diatur dalam Undang-undang no.19 tahun2002 tentang Hak Cipta, definisi dari Hak Cipta adalah hak eksklusif  bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Batasan Masalah
UU No.19 tentang hak cipta
Ketentuan umum, lingkup hak cipta, perlindungan hak cipta, pembatasan hak cipta, prosedur pendaftaran HAKI

Dasar Teori
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1). Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta terdiri, dari 15 bab, 78 pasal. Adapun inti dari tiap bab, antara lain:
Bab I           : Ketentuan Umum (pasal 1)
Bab II          : Lingkup Hak Cipta (pasal 2-28)
Bab III         : Masa Berlaku Hak Cipta (pasal 29-34)
Bab IV         : Pendaftaran Ciptaan (pasal 35-44)
Bab V          : Lisensi (pasal 45-47)
Bab VI         : Dewan Hak Cipta (pasal 48)
Bab VII        : Hak Terkait (pasal 49-51)
Bab VIII       : Pengelolaan Hak Cipta (pasal 52-53)
Bab IX         : Biaya (pasal 54)
Bab X          : Penyelesaian Sengketa (pasal 55-66)
Bab XI         : Penetapan Sementara Pengadilan (pasal 67-70)
Bab XII        : Penyidikan (pasal 71)
Bab XIII       : Ketentuan Pidana (pasal 72-73)
Bab XIV       : Ketentuan Peralihan (pasal 74-75)
Bab XV        : Ketentuan Penutup (pasal 76-78)

Inti dari UU No.19 Tahun 2002
UU ini dengan kuat melindungi ciptaan dan kepentingan pemiliknya. Mari pahami UU ini agar kita dapat membuat keputusan yang tepat dan terhindar dari tindakan yang kontra produktif.
Intinya adalah:
UU No. 19/2002 ini sangat melindungi setiap ciptaan, di mana hak atas karya cipta sudah melekat pada hasil karya begitu ia diciptakan. Sehingga tidak perlu lagi didaftarkan seperti UU sebelumnya. Hanya masalah pembuktian saja jika ada pelanggaran hukum.
Hak Cipta berlaku pada ciptaan yang sudah dipublikasikan maupun belum/tidak dipublikasikan, dalam bentuk dan media apapun, termasuk bentuk dan media elektronik, dan ini artinya termasuk situs web.
Pelanggaran hak cipta digolongkan sebagai tindak pidana, bukan lagi perdata. Sehingga dia bukan lagi merupakan delik aduan yg harus menunggu laporan seseorang yang dirugikan. Tapi seperti halnya maling ayam, begitu ketahuan, siapapun boleh melaporkannya atau jika polisi kebetulan memergoki bisa langsung ditindak.
Sangsi bagi pelanggaran hak cipta cukup berat: penjara hingga 7 tahun dan/atau denda hingga 5 milyar Rupiah! Perhatikan kata “dan/atau”, jadi sangsi ini bisa berlaku dua-duanya.
Hak cipta berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
Ciptaan yang dillindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
1)     buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain.
2)     ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
3)     alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
4)     lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
5)     drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
6)     seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.
7)     arsitektur.
8)     peta.
9)     seni batik.
10)fotografi.
11)sinematografi.
12)terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Lingkup Hak Cipta
BAB II
LINGKUP HAK CIPTA
Pasal 2
(1)   Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak cipnyataannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana
BAB XIII

KETENTUAN PIDANA
Pasal 72
(1)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2)   Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8)   Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9)   Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Untuk pelanggaran Hak Cipta dibidang komputer selain karena dilakukan perbanyakan dan pendisribusian tanpa izin dari pemegang Hak Cipta ada juga sebab lain yaitu apabila antara dua buah program komputer memiliki Source Code yang sama. Maka dimungkinkan telah terjadi peniruan terhadap salah satu program komputer, namun seberapa besarkah kesamaan dari Source Code tersebut sehingga dikatakan melanggar Hak Cipta. Konsep UUHC kita tidak memberikan perlindungan memberikan perlindungan yang bersifat kuantitatif, yaitu yang mengatur seberapa besar kemiripan antara kedua program komputer.
 pelanggaran Hak Cipta dibidang komputer selain karena dilakukan perbanyakan dan pendisribusian tanpa izin dari pemegang Hak Cipta ada juga sebab lain yaitu apabila antara dua buah program komputer memiliki Source Code yang sama. Maka dimungkinkan telah terjadi peniruan terhadap salah satu program komputer, namun seberapa besarkah kesamaan dari Source Code tersebut sehingga dikatakan melanggar Hak Cipta. Konsep UUHC kita tidak memberikan perlindungan memberikan perlindungan yang bersifat kuantitatif, yaitu yang mengatur seberapa besar kemiripan antara kedua program komputer.
Dalam lisensi ini biasanya mencakup ketentuan, Software tersebut boleh diinstal hanya pada satu mesin.
Dilarang memperbanyak software tersebut untuk keperluan apapun (biasanya pengguna diberi kesempatan membuat satu buah backup copy).
Dilarang meminjamkan software tersebut kepada orang lain untuk kepentingan apapun.
 batasan di atas maka tindakan menginstal program komputer ke dalam lebih dari satu mesin atau diluar ketentuan yang dikeluarkan oleh satu lisensi, pinjam meminjam program komputer dan menginstalnya, mengkopi atau memperbanyak program komputer tersebut, dapat dikategorikan sebagai tindakan pembajakan. Untuk pelanggaran Hak Cipta program komputer di Indonesia, paling banyak dilakukan pada Microsoft Software yaitu dengan dilakukan perbanyakan program komputer tanpa seijin perusahaan Microsoft.
Microsoft ada lima macam bentuk pembajakan software, diantaranya:
Pemuatan ke Harddisk: Biasanya dilakukan seseorang saat membeli personal komputer generik di toko komputer, yang oleh penjual langsung di install satu sistem operasi yang hampir seratus persen adalah Windows.
Softlifting: Jika sebuah lisensi dipakai melebihi kapasitas penggunaannya seperti ada lima lisensi tetapi dipakai di sepuluh mesin komputer.
Pemalsuan: Penjualan CDROM ilegal d.Penyewaan Software.
Downloading Ilegal: Mendownload sebuah program komputer dari internet. Hukum copyright atau Hak Cipta yang melindungi ekspresi fisik dari suatu ide misal tulisan, musik, siaran, software dan lain-lain tumbuh ketika proses penyalinan dapat dibatasi tetapi untuk saat ini sulit untuk mencegah dilakukan penyalinan tersebut sehingga usaha untuk menerapkan monopoli pada usaha kreatif menjadi tidak beralasan.
 era tahun 1980 sampai dengan 1986 ketika perusahaan software sangat kuatir dengan masalah penyalinan ini, mereka memanfaatkan teknik proteksi disk yang membuat orang sulit menyalin disk atau program. Tetapi hal ini menyebabkan pengguna mengalami kesulitan untuk menggunakannya, maka setelah perusahaan perangkat lunak menyadari bahwa mereka tetap memperoleh keuntungan yang besar dari hal lain seperti servis dan pembelian perangkat lunak asli yang tetap tinggi maka mereka meniadakan proteksi penyalinan ini. Batasan-batasan yang diberikan oleh UUHC terhadap penggunaan program komputer menyebabkan banyak perbuatan yang dikategorikan sebagai perbuatan yang melanggar Hak Cipta.
Contoh kasus
Minat konsumen berburu laptop atau personal computer (PC) bermerk terkenal kian tinggi. Biasanya, mereka tergiur dengan promosi mendapatkan OS (operating system) asli.
Tetapi hati-hati dan jangan percaya begitu saja. Sebab produsen laptop dan PC ternyata membiarkan produk mereka kosongan. Nah, di sinilah pembajak beraksi.
Menurut Direktur Penyidikan Ditjen HaKI, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), Fathlurahman, kurun 2011 sudah ada 32 aduan yang menyangkut soal HaKI, di antaranya menyangkut software. Ditjen HaKI juga mengakui bahwa ada mesin-mesin (hardware) komputer kosong yang kemudian diisi dengan software bajakan.
"Bagi mereka yang penting jual mesinnya, mau diisi apa ya terserah. Memang maunya diisi dengan software asli ya, tapi kan biasanya antara software dan hardware itu terpisah. Produsen hardware-nya sendiri ya mungkin cenderung 'EGP', yang penting produknya laku," kata Fathlurahman saat dihubungi wartawan, Selasa, (20/12/2011).
Hal ini banyak dipengaruhi berbagai hal, salah satunya persepsi harga software asli yang lebih mahal dibanding yang bajakan. Membandingkan software yang sebelumnya selalu berharga nol (dibajak) pada saat membeli PC dengan berapapun harga software asli yang ditambahkan selalu dianggap menambah biaya dan lebih mahal.
Cara menggunakan software ilegal ini biasanya dilakukan dengan membeli satu peranti lunak berlisensi yang kemudian diinstal ke beberapa komputer. Cara lain adalah dengan mengunduh program dari jaringan peer-to-peer (P2P). Peranti lunak ilegal yang paling banyak digunakan adalah software antivirus, program untuk kegiatan kantor seperti office dan software untuk olah foto dan desain grafis seperti Corel Draw dan Photoshop.
"Memang secara hukum, penjual tidak salah menjual laptop atau PC 'kosongan'. Kita tidak bisa menyalahkan mereka. Tapi secara tidak langsung sesungguhnya mereka sudah mendorong konsumen untuk mencari produk bajakan. Karena mereka tidak peduli produk mereka diisi OS bajakan atau tidak," beber Fathlurahman.
Tingginya aksi pembajakan ini setidaknya tergambarkan dari hasil penelitian Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) yang dikeluarkan pada Nopember 2011 lalu. Pembajakan software berada pada peringkat ke-2 (34,1 persen) setelah barang-barang dari kulit palsu (35 persen).
Belum lagi hasil penelitian Business Software Alliance (BSA). Data BSA menyebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-11 sebagai negara dengan tingkat pembajakan tertinggi di dunia pada 2010. Sebanyak 87 persen dari program yang diinstal pada komputer pribadi adalah produk tanpa lisensi dengan nilai software sebesar USD 1,32 miliar atau sekitar Rp 11,2 triliun.
Angka pembajakan itu lebih besar dibanding pada 2009 yang mencapai 86 persen dengan nilai USD 886 juta. BSA memperkirakan, penurunan 1% dari tingkat pembajakan di Indonesia akan memberikan dampak positif senilai USD 1,3 miliar terhadap industri secara keseluruhan.
"Sepuluh persen dari jumlah itu (Rp 1,1 triliun) adalah potensi pendapatan negara dari pajak pertambahan nilai (PPN)," kata Kepala Perwakilan BSA di Indonesia, Donny Alamsyah Sheyoputra, yang kini sudah mengundurkan diri dan mendirikan Sheyoputra Law Office.
Menanggapi maraknya pembajakan, Director of License Compliance Microsoft Indonesia, Sudimin Mina menceritakan pihaknya sangat kooperatif menekan angka pembajakan yang menyelundup dengan berbagai cara itu. Dia membenarkan bahwa pembajakan tidak mengenal laptop dan PC branded atau tidak.
"Kita yang harus waspada dan menghentikannya, ungkap Sudimin.
Sudimin mencontohkan bahwa ketika PC keluar dari pabrik, pihaknya telah melakukan agreement dengan produsen untuk menyediakan OS dengan harga yang super murah. Namun, pada praktiknya memang ada beberapa produsen laptop dan PC branded yang menyediakan produknya kosongan tanpa diinstal OS. Hal itu mereka lakukan agar bisa menekan harga produk.
"Padahal kalau saja mereka (para produsen PC/laptop) menyediakan produk yang asli, dan memberikan edukasi kepada konsumen, tentunya itu bisa menjadi tambahan profit bagi para produsen tersebut. Dan konsumen juga bisa lebih aman dan memperoleh produk yang terbaik bagi mereka," beber Sudimin.